Hilman Hariwijaya
- Makhluk Manis Dalam Bis
Tepat jam satu tengah hari bolong, mereka selalu tampak asyik menunggu bis jurusan Blok M. Lupus, Aji, Bomi, dan Gito. Rada aneh juga, rumah mereka jadi mendadak pada pindah ke Blok M semua. Selidik punya selidik, ternyata mereka itu lagi ngejar cewek. Nggak tau anak sekolah mana. Yang pasti setiap jam satu, wajah manisnya selalu nampak di jendela bis jurusan Blok M, dekat pintu depan.
Ahmad Fuadi
- Negeri 5 Menara
Supremasi orang Minang soal makanan sangat tampak dalam perjalanan ini. Hampir semua tempat makan di pinggir jalan lintas Sumatera dan Padang memakai tanduk dan bertuliskan "RM Padang". Di dalam ruangannya yang lapang tersusun meja dan kursi yang jumlahnya ratusan. Speaker yang berbentuk kotak-kotak kayu ada di setiap sudut ruangan dan tidak henti-henti memperdengarkan lagu pop Minang.
Ahmad Fuadi
- Negeri 5 Menara
Amak mungkin benar. Banyak orang melihat bahwa pondok adalah buat anak yang cacat produksi. Baik karena tidak mampu menembus sekolah umum yang baik, atau karena salah gaul dan salah urus. Pondok dijadikan bengkel untuk memperbaiki yang rusak. Bukan dijadikan tempat untuk menyemai bibit unggul.
Gilang
- Si Pemanah Gadis
Saling pukul dan saling serang terjadi dalam waktu cepat. Yang jelas, serangan dua musuh bebuyutan itu bukan sembarangan. Pancaran hawa tenaga dalam terasa memerihkan kulit saat desiran angin menerpa. Jika Catur Lima mengandalkan ilmu khas Perguruan Catur Bawana yang unik yang bernama jurus 'Tukang Catur Membalik Langit', dengan posisi kaki tangan yang selalu membentuk lingkaran-lingkaran besar kecil menadahi setiap jurus cakar ganas yang dilancarkan Elang Botak.
John Halmahera
- Wisanggeni
Kalayawana, pendekar sakti yang dijuluki Penguasa Kegelapan dari Gondomayu, berkata lirih namun jelas. "Bagaimana dengan rencanamu, apakah murid Lemah Tulis itu bersedia meracuni air minum perguruannya?" Kalayawana, berusia di penghujung tiga-puluhan, kurus, wajahnya buruk dan tampak kejam. Dia bertelanjang dada dengan celana sebatas lutut dan jubah hitam panjang yang penuh dengan tambalan.
Arswendo Atmowiloto
- Suamiku Jatuh Cinta Pada Jam Dinding
"Seperti yang selama ini terjadi," katanya menjelaskan. "Aku melihat jam dinding itu, tertarik dan terjadi dramatisasi dalam seluruh kesadaranku. Karena kita membelinya bersama-sama, kamu ingat hari-hari yang kita lalui bersama jam dinding. Itu yang menjadi berharga."
Arswendo Atmowiloto
- Suamiku Jatuh Cinta Pada Jam Dinding
Dan kini, ia jatuh cinta kepada jam dinding. Aku bisa merasakan, karena aku sangat mengenalnya sekian lama, dan juga karena ia tak menutup-nutupinya. "Bagaimana kamu bisa jatuh cinta kepada jam dinding itu?"
Arswendo Atmowiloto
- Suamiku Jatuh Cinta Pada Jam Dinding
Sebenarnya ini bukan sesuatu yang luar biasa bagiku, karena aku tahu kebiasaan suamiku yang tidak biasa. Sebagai suami, sebenarnya ia tak beda banyak dengan lelaki lain, atau suami lain yang pernah kudengar. Dan menurut penilaianku ia termasuk suami yang baik: suami yang mencintai, bertanggung jawab, dan kadang tidak setia. Ia mencintaiku dan itu kurasakan. Ia bertanggung jawab sebagaimana suami dalam tata nilai tradisi: bertanggung jawab atas semua kebutuhan dengan sukarela.
Aep Saefulloh Fatah
- Gerimis Senja di Praha
Kau begitu muda. Ranum. Cantik. Cerdas. Dunia membentang luas di depanmu. Di sekelilingmu, perubahan berdentum-dentum. Ceko-mu begitu bergairah. Kau hidup persis di tengah contoh sukses Eropa Timur dan Tengah. Masa depan menunggumu. Tinggal kau jemput. Kau dikepung musim semi daya hidup. Bagaimana mungkin kau justru ingin melangkah ke arah sebaliknya.
Aep Saefulloh Fatah
- Gerimis Senja di Praha
Senja Agustus memerah di kaki bukit Petrin, Mala Strana. Langit mengencingi Praha tak habis-habis. Gerimis turun sejak siang dan tak juga membesar. Sungai Vltava baru saja mulai tenang setelah marah meletup-letup selama setengah pekan lalu. Dua hari lalu, airnya naik hingga sembilan meter. Jembatan Charles nyaris terendam. Kemarahan Vltava nyaris saja menenggelamkan Praha.
cerpen kompas
- Rumi
Dingin itu memuncak sejak ngambil wudhu untuk shalat subuh. Kabut tebal. Petunjuk waktu pada arloji telah ada di kisaran 6, 3, dan 9. Apa ini termasuk wilayah Indonesia bagian barat, gumamku-memaksakan keluar kamar. Melangkah di papan kusam di tingkat dua, yang sepertinya jarang dibersihkan atau diinjak langkah tamu, pertanda tidak banyak yang datang. Menginap di losmen yang hanya dua tingkat ini, dengan empat kamar di kiri dan enam di kanan.
Ahmad Tohari
- KANG SARPIN MINTA DIKEBIRI
Di rumah Kang Sarpin saya telah melihat banyak orang berkumpul. Jenazah sudah terbungkus kafan dan terbujur dalam keranda. Tetapi tak terasa suasana duka cita. Wajah para pelayat cair-cair saja. Mereka duduk santai dan bercakap sambil merokok seperti dalam kondangan atau kenduri. Ada juga yang bergurau dan tertawa. Asap mengambang di mana-mana melayang seperti kabut pagi. Ah, saya harus bilang apa. Di rumah Kang Sarpin pagi itu memang tak ada duka cita atau bela sungkawa.
Ahmad Tohari
- Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta
"Iya, Pa. Di TV juga ada anak nyedot mi, kan? Anaknya cakep. Bajunya bagus banget. Rumahnya bagus banget. Jadi sekarang aku sama seperti anak yang makan mi di TV kan ?" tanya anak usia lima tahunan itu dengan roman muka yang sejati. Sejenak si ayah kelihatan terpana. Namun sesaat kemudian tawanya meledak. Tubuhnya terguncang. Kuah mi instan sampai muncrat dari lubang kantung plastik yang sedang dipegang dengan tangan kirinya.
Ahmad Tohari
- Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta
Penumpang yang sudah bangun banyak yang mengeluh. Tiga laki-laki secara bersamaan melihat jam tangan mereka dengan wajah kecut. Masinis di ruang kemudi dan dua kondektur di gerbong paling depan mendesah kesal. Di mata mereka sudah kelihatan kopi panas dalam salah satu ruang dinas di stasiun Pasar Senen. Ada juga lelaki necis yang keluar dari kakus kereta sambil menggenggam sikat gigi.